Senin, 22 Oktober 2012

Misteri Pegasus

            Langit masih gelap. Jalanan masih tampak lengang. Lampu-lampu jalan di sepanjang jalan masih menyala. Manusia masih lelap dalam tidurnya. Tetapi tidak bagi ratusan siswa-siswi klas XII SMAN 567, yang terkenal dengan nama SMAN Solasi itu. Sejak pukul 05.00 pgi, mereka sudah berkumpul di Aula sekolah, sambil membawa tas besar dan beberapa jinjingan. 2 hari ke depan, mereka akan mengadakan acara perpisahan di sebuah villa dekat pantai.

            Mereka sedang asik berbincang ria, sambil menunggu bus yang akan membawa mereka datang. Di antara ratusan siswa di Aula, 2 di antaranya terlihat gelisah. Mondar-mandir dari Aula ke pintu gerbang kemudian ke Aula lagi, lalu ke pintu gerbang lagi, kemudian kembali ke Aula. Terus seperti itu sampai akhirnya bus datang.

“ Bener-bener deh ini, anak !!” Keluh cewek berkuncir kuda dan berkulit hitam yang bernama Direi.
            “ Sabar .. Sabar .. Sebentar  lagi dia pasti datang kok .” Hibur Sandra. Direi tak menggubrisnya. Wajahnya masih ditekuk. Suasana hatinya masih gelisah.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah 7. Sejak setengah jam yang lalu, siswa-siswi SMAN Solasi sudah siap di bangku bus-nya masing-masing. Sopir bus pun sudah mulai memanasi mesin bus-nya. Sementara Direi dan Sandra masih bertahan di pintu gerbang.       
            “ Gimana kalau nunggunya di bus aja ?” Saran Sandra. Direi menggeleng cepat.
            “ Ayolah, Rei. Capek nih. Dia pasti dateng kok. Dia bilangnya kan kesiangan. Bukan ngga dateng.” Ajak Sandra lagi. Direi akhirnya mengalah. Ia mengikuti saran Sandra untuk menunggu di dalam bus.

            Tetapi setengah jam sudah berlalu, yag ditunggu-tunggu belum juga menampakkan batang hidungnya. Siswa-siswi yang ada di dalam bus nomor 3 itu mulai mengeluh.

            “ Sudah datang belum ? “ Tanya Pak Karim, guru pembimbing di bus itu. Seluruh siswa di dalam bus serentak menoleh ke belakang, seakan meminta jawaban dari Direi dan Sandra. Keduanya yang merasa terpojok hanya mengangkat bahunya dan menggelengkan kepalanya tanda mereka tak tau pasti jawabannya.

            “ Sudah dihubungi belom ? Sebenarnya dia mau ikut nggak, sih ?” Tanya Pak Karim tak sabar. Beliau kembali duduk.
          
            Tak beberapa lama, terlihat seorang cewek berambut gimbal yang tengah berlari tergopoh-gopoh sambil membawa dua koper kecil ala anak SD. Dengan bertelanjang kaki, cewek itu dengan cepat menaiki bus.
            “ CHIARAAAAAA…….RESE LOE !!!! “ Seluruh siswa di dalam bus langsung menyoraki Chiara yang baru saja menginjakkan kakinya didalam bus. Sementara yang di soraki hanya cengar-cengir bak kuda, melengos ke kursi belakang, menghampiri Direi dan Sandra.                    
“ Hei, Rei. San. “ Sapa Chiara, dengan tanpa rasa bersalah.

            “ Chiara .. Chiara .. Loe tuh bener-bener deh. Rumah loe kan kepeleset nyampe. Kemaren loe suruh gue bangunin loe. Pas gue nyoba telfon ke Handphone loe, malah nggak aktif. Gue telfon ke rumah, nggak ada yang angkat. Sebenernya yang kesiangan itu bukan loe doang kali ya. Nyokap loe, Bokap loe, Kakak loe, Pembantu loe, sampe Ayam loe juga kesiangan ? Tau nggak sih loe, kita disini udah nunggu satu setengah jam lebih. Bayangin ! Cuma nunggu loe ! Kalau bukan karena Pak Karim baik hati, loe udah di tinggal kali. Masalhnya ini tuh acara terakhir kita. Kalau loe nggak ikut ……Hppphhh….”
            Chiara menyumpal mulut Direi yang tak berhenti berkoar-koar dengan sisir yang baru saja di keluarkannya dari dalam tas.
            “Duh, nenek gue, pagi-pagi udah ngomel aja. Maaf ya, nek. HP aku lowbatt.” Ledek Chiara. Direi melempar sisir ke bahu Chiara.
            “Rese loe ahh.” Ujar Direi kesal. Chiara dan Sandra tertawa geli.
            Bus perlahan mulai menyusuri jalan-jalan kota. Jum’at pagi. Aktivitas manusia sudah di mulai. Para pekerja berangkat ke kantor, dan pelajar berangkat ke sekolah. Para Ibu rumah tangga pun sudah memulai pekerjaan rumahnya.
            Sementara bus berjalan, Chiara sibuk mendandani rambutnya yang memang belum sempat ia rapihkan. Sementara Direi asik dengan komiknya, dan Sandra bersama-sama teman-teman bernyanyi ria dengan gitar yang memang sengaja Aldo bawa.


            Sampailah Chiara dan teman-teman di sebuah yang di bangun di antara hutan dan pantai. Villa dengan komposisi kayu itu, terlihat seperti rumah zaman dahulu. Lampu-lampu minyak yang sudah di padamkan menghias di beberapa sudut ruangan. Di ruang tamu, terdapat sebuah patung kuda putih bersayap lebar di sebelah TV berukuran 29 inc. Di setiap dinding, banyak terpampang lukisan-lukisan hewan legenda seperti Dragon, Pegasus, Elf, Nessy, dan masih banyak lagi dengan ukuran yang cukup besar.
            “ Ini villa, atau Sanggar pameran seni sih ? “ Celetuk Chiara yang kemudian di sikut oleh Direi.
            “ Berisik loe.” Bisik Direi. Chiara mengerutkan kedua alisnya, heran.
            “ Tapi, Rei. Villa-nya kayak angker ya..” Sandra angkat suara.
            “ Perasaan loe doang kali.” Hibur Direi.
            Usai di beri pengarahan oleh pembimbing, siswa-siswi SMAN Solasi memilih kamar dan beristirahat sejenak sampai acara selanjutnya di mulai. Chiara, Direi, Sandra dan Siska memilih kamar di ujung lorong. Kamar dengan ukuran lebih besar dibandingkan dengan kamar yang lain itu, memiliki balkon yang menghadap langsung ke pantai. Itulah alasan mengapa mereka memilih kamar itu.
            “ Yakin nih, kita pilih kamar ini ? “ Tanya Siska ragu.
            “ Yakin lah. Emang kenapa, Sis ? Kamar istimewa tau. Ada balkon, ukurannya lebih besar, apa yang kurang coba .. ? Kita kan sekamar 4 orang, yang lain 3 orang, cocok lah kalau kita dapet kamar yang ini. “ Jelas Chiara.
            “ Tapi, perasaan gue kok nggak enak ya .. Soalnya, …… “
            “ Udahlah, nggak usah ngomong yang aneh-aneh. “ Potong Sandra.
            “ Bener tuh. Ya udah lah. Di bawa fun aja. “ Ujar Direi setuju. Chiara hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara Siska terdiam. Mengamati setiap sudut ruangan kamar.
            Seluruh siswa sudah berkumpul di halaman belakang villa. Duduk melingkar mengelilingi tumpukan kayu bakar yang seketika menjelma menjadi api unggun itu. Aldo mengeluarkan keahlian memainkan gitarnya lagi. Sebagian ikut bernyanyi dengan di iringi suara merdu Aldo, sebagian hanya berbincang ria dengan teman, bahkan ada yang mengambil kesempatan ini dengan berdekatan dengan pasangan mereka masing-masing.
            Tidak dengan Chiara. Usai sholat maghrib berjama’ah di joglo dekat villa, Chiara yang kembali ke kamar dengan Direi dan Sandra masih asik dengan guling di pelukannya. Direi dan Sandra sudah berusaha membangunkannya. Tapi Chiara tak juga bangun. Akhirnya mereka pun meninggalkan Chiara di kamar.
            Suara angin yang masuk ke dalam kamar, membuat Chiara akhirnya terbangun. Melihat sekelilingnya sepi, Chiara menuju balkon, mencari sosok teman-temannya. Tetapi sosok itu tak di temukan. Sudah jam setengah 8, mungkin mereka di joglo, sholat Isya berjama’ah. Pikirnya. Chiara pun berjalan menuju joglo. Tetapi hanya ada Siska disana.
            “  Hei, Sis. Kok sendiri .. ? Yang lain mana .. ? “ Tanya Chiara. Siska menoleh pelan.
            “  Lo kenapa .. ? “ Tanya Chiara lagi begitu melihat Siska menangis. Tiba-tiba Siska memeluk erat tubuh Chiara.
            “  Gue takut, Ra.” Ujar Siska dengan suara begetar.
            “ Takut kenapa .. ? “ Tanya Chiara heran. Siska hanya menggelengkan kepalanya cepat.
            “ Okey .. Okey .. Kita cari temen-temen aja yuk. “ Ajak Chiara yang diikuti anggukan kepala Siska.
            Dalam perjalanan, Chiara mendengar suara-suara orang yang sedang bernyanyi dari arah halaman belakang villa.
            “ Mungkin mereka disana.” Katanya. Siska hanya mengangguk, mengikuti langkah Chiara. Beberapa meter sebelum sampai ke halaman belakang, tiba-tiba Chiara kehilangan kesadarannya. Pingsan.



            Malam kian larut. Acara api unggun sudah usai sejak 1 jam yang lalu. Lebih tepatnya, terpaksa di hentikan. Bu Hanna yang melihat Chiara terkapar di balik semak-semak, kemudian berteriak mencari bantuan, yang akhirnya membuat acara api unggun dihentikan. Chiara di bawa ke kamarnya. Direi dan Sandra, sejak ditemukannya Chiara, masih setia menunggu di sisi ranjang, menunggu Chiara siuman. Beberapa siswa ada yang ikut menunggu kabar tentang Chiara di depan pintu, ada pula yang kembali ke kamarnya masing-masing.
            Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Chiara perlahan membuka matanya. Direi yang melihat Chiara sadar, langsung memanggil beberapa guru yang sedang berbincang-bincang di ruang tamu.
            “ Bu Hanna .. Pak Donny .. Chiara sadar, Bu, Pak. “ Ujar Direi antusias. Bu Hanna dan Pak Donny, beserta guru lain yang tak disebut namanya pun beranjak menuju kamar Chiara. Sesampainya dikamar Chiara, Direi beserta para guru, melihat Chiara sedang menangis, duduk di pojok ranjang, sambil menggigit selimut. Seperti orang yang sedang ketakutan.
            “ Ra, lo kenapa Ra.. ? “ Tanya Direi cemas. Sandra yang tengah tertidur, terbangun karena suara Direi yang lumayan keras itu.
            “ Rei, Chiara kenapa .. ? “ Tanya Sandra pada Direi.
            “ Nggak tau.” Jawab Direi.
            Bu Hanna mendekati Chiara. Menenangkannya. Setelah Chiara sedikit lebih tenang, Chiara mulai menceritakan hal yang baru saja ia alami.
            “ Siska, Bu. Siska ……… siluman. “ Katanya dengan suara gemetaran.
            “ Siluman .. ? “ Tanya Bu Hanna tak percaya.
            “ Saya nggak bohong, Bu. Saya bertemu Siska yang sedang menangis di joglo. Setelah itu, saya ajak dia ke halaman belakang. Tetapi setelah itu …………….”
            “ Setelah itu apa ? “ Tanya Direi tak sabar.
            “ Setelah itu, saya lihat Siska membentangkan sayap yang lebar yang tiba-tiba muncul dari balik badannya. Sayapnya bercahaya, Bu. Saya bener-bener takut. Setelah itu, saya nggak tau apa-apa lagi. “ Jelasnya. Bu Hanna terdiam.
            “ Ya sudah. Kamu istirahat-lah. Ibu keluar sebentar.”
            Setelah Bu Hanna keluar, Direi dan Sandra mendekati Chiara. Berusaha menenangkan sahabat sejolinya itu. Chiara sedikit terhibur. Sementara di halaman belakang, seseorang sedang terkapar pula di balik semak. Tak ada yang tau. Mungkin hanya bayang-bayang hitam lah yang tau sosok gadis pendiam itu kini terbaring lemah di balik semak. Menunggu bantuan yang tak tau kapan akan datang.
            “ Siska .. Mana Siska .. ? “ Tanya Sandra begitu menyadari Siska tak ada bersama mereka.
            “ Kenapa harus tanya soal dia sih .. ? Biarin aja .. Malahan gue harap dia nggak bakal balik kesini lagi. Mau makan berapa korban lagi dia .. ? “ Tolak Chiara kasar.
            “ Kok ngomongnya gitu sih .. ? Aku yakin siluman yang KATANYA kamu liat itu bukan Siska. “ Bela Direi. Chiara membuang muka.
            “ Maksud lo, lo nggak percaya kalo gue liat siluman itu .. ? Gue nggak bohong. Kalo gue bohong, untuk apa gue pake acara pingsan segala .. ? Tega lo emang. Temen macem apa kalian .. ? “ Bentak Chiara yang tak terima dengan nada bicara Direi yang seolah-olah tak percaya dengan kejadian yang di alami Chiara.
            “ Bukan gitu, Ra. Mungkin itu cuma halusinasi lo doang. Secara gitu, lo baru bangun tidur. “ Sandra berusaha menenangkan Chiara. Chiara tak menggubris omongan Sandra. Sandra hanya menghela nafas panjang.
            Malam kian larut. Semua siswa kembali ke kamar masing-masing. Direi dan Sandra masih berusaha mencari kemana perginya Siska. Sementara Chiara sudah tertidur pulas. Berkali-kali seluruh ruangan Villa di periksa, tak juga ditemukan sosok Siska. Direi dan Sandra memutuskan mencari bantuan kepada para guru. Dan alhasil, bantuan dari para guru dan karyawan villa membuahkan hasil. Mereka menemukan sosok Siska di balik semak, sama seperti Bu Hanna menemukan Chiara. Bedanya, kondisi Siska saat ditemukan masih setengah sadar. Hanya tubuhnya yang lemah. Tak kuat untuk berjalan sendiri.
            Siska dibawa ke ruang tamu, disuguhkan air minum hangat, kemudian di ajak bicara perlahan.
            “ Kok lo bisa disana, Sis .. ? “ Tanya Direi.
            “ Aku juga nggak tau, Rei. “ Jawab Siska dengan suara lemah. Bu Hanna pun melarang Direi dan Sandra untuk bertanya banyak, agar Siska bias menenangkan diri terlebih dahulu. Setelah Siska tidur, Direi dan Sandra kembali ke kamar.
            “ Aneh .. Bener-bener aneh. “ Ujar Direi misterius.
            “ Aneh kenapa ? “ Tanya Sandra tak paham.
            “ Kata Chiara, dia liat Siska berubah jadi siluman, tapi Siska sendiri nggak tau apa yang baru saja ia alami. Apa mungkin ……….Siska kesurupan siluman bersayap itu .. ? “ Tebak Direi. Sandra hanya mengangkat bahunya, tidak tau.



            Pagi menjelang. Seluruh siswa sudah berbaris rapi di pantai. Menunggu perahu yang akan membawa mereka ke sebuah pulau kecil di seberang villa tempat mereka menginap.
            “ Yak .. Perahu sebentar lagi datang. Di mohon semuanya bersiap-siap. Masing-masing perahu berisikan 10 orang. Yang nanti akan di bimbing 2 guru dan 1 nahkoda. “ Tour Guide mulai bersuara.
            “ Tolong ketika kalian sudah sampai disana, jangan ada yang memetik tumbuhan meski hanya 1 lembar daun. Jangan ada yang membuang sampah sembarangan, dan jangan memberi makan kepada hewan-hewan yang ada disana. “ Lanjut Tour Guide itu lagi.
            “ Baik, Paaaaaaak “ Sorak siswa Solasi serempak.
            Tak beberapa lama, datanglah beberapa perahu. Masing-masing kelompok pun satu per satu mulai menaiki perahu mereka. Seperti biasa, Chiara, Direi, Sandra dan Siska berkumpul dalam satu kelompok. Tetapi, sejak kejadian semalam, Chiara sedikit menjauhi Siska. Chiara masih tak percaya kalau Siska adalah manusia.
            “ Gue rasa, Siska itu ‘kemasukan’, Ra .. Tolong lah. Jangan kayak gini. Kita satu kelompok. Masa satu sama lain diem-dieman gini ? “ Bujuk Sandra.
            “ Enggak .. !! Gue nggak akan dekat-dekat Siska dulu, sampai ada bukti yang nunjukkin kalau Siska itu manusia .. !!! “ Jelas Chiara keras kepala.
            “ Ayolah, Ra . “ Bujuk Sandra lagi.
            “ SEKALI ENGGAK YA ENGGAK .. NGERTI NGGAK SIH ??? “ Bentak Chiara marah. Sandra mengalah.
            “ Udah lah, San. Biarin aja Chiara sendiri dulu. “ Direi angkat suara. Sandra mengangguk mengiyakan.
            Kaki Chiara kini sudah berpijak pada Pulau berpasir putih. Diarahkan pandangannya ke sekeliling pulau. Tetapi matanya tertuju pada sebuah bayangan di balik batu besar. Bayangan kuda bersayap yang tengah membentangkan sayapnya yang lebar. Sayap itu … Gumam Chiara. Tanpa rasa takut sedikit pun, Chiara mendekat kearah bayangan itu. Dan …
            “ AAAAAAAAA ….. “ Teriak Chiara histeris begitu melihat sebuah kuda putih bersayap lebar dan bercahaya di hadapannya. Chiara terjatuh. Kuda itu tersenyum ke arahnya. Memperlihatkan gigi-gigi yang berbaris rapi. Chiara makin tak mengerti dengan kejadian yang kini di alaminya. Suara teriakannya begitu keras, tetapi tak satu pun orang yang mendengarnya. Kuda putih besar yang kini ada di hadapannya begitu besar. Cahaya yang di pancarkan kuda raksasa itu pun begitu mencolok. Tetapi anehnya, dari ratusan siswa Solasi dan beberapa guru di pulau itu, seolah tak melihatnya.
            “ Ada apa ini .. ? DIREI .. SANDRA .. BU HANNA .. SEMUANYA .. SIAPAPUN .. TOLONG GUE .. !!! “ Teriak Chiara. Tetapi tak ada satu pun yang mendengar Chiara. Chiara bingung. Chiara berusaha menghindari kuda bercahaya itu, tetapi kuda itu malah makin mendekat ke arahnya.
            “ Help me .. “ Ucap kuda itu lirih. Chiara terdiam.
            “ Help me .. “ Ucap kuda itu lagi.
            “ Aku bisa menolong apa .. ? “ Tanya Chiara.
            “ Help me .. “ Kuda itu malah mengulang perkataannya.
            “ Emm .. What can I do .. ? “ Ulang Chiara dengan kemampuan berbahasa Inggris-nya yang pas-pasan.
            “ In your room, my picture fall under the bed. Help me to pair it on wall. “ Chiara terdiam. Mencermati tiap kata yang terucap dari kuda itu. ‘Your room’ berarti ruanganmu. ‘My picture’ artinya lukisanku. ‘fall’ artinya jatuh. ‘Under the bed’ artinya di bawah ranjang, berarti ……. DIRUANGANMU, LUKISANKU TERJATUH DI BAWAH RANJANG. BANTU AKU MEMASANGNYA DI DINDING ??? “
            Chiara akhirnya mengerti apa yang harus di perbuatnya. Dengan cepat, Chiara berlari ke kamarnya, mencari lukisan yang di maksud sang kuda, dan ..
            “ Yapp .. Ini dia.” Ujarnya senang ketika berhasil menemukan sebuah lukisan yang menggambarkan kuda yang tadi Chiara lihat. Bergegas Chiara memasang lukisan itu tepat di samping pintu menuju balkon. Tiba-tiba, lukisan itu gambar kuda dalam lukisan itu tersenyum dan berkata pelan, Thank’s. Chiara membalas senyum kuda itu. Kemudian sang kuda kembali menjadi sebuah gambar yang indah. Sekilas, Chiara melihat sebuah tulisan yang terukir indah di punggung kuda itu. Pegasus.



            “ Chiara .. Chiara .. “ Panggil seseorang.
            “ Oahhhmm .. “ Chiara mengulet.
            “ Chiara .. Bangun ihh .. Mau balik ke Jakarta nggak sih .. ? “
            “ Ehh .. Hai, Direi. Hai, Sandra. Hai, ……. SISKA .. ???? “ Teriak Chiara kaget begitu melihat Siska berdiri di depannya, sambil menyunggingkan senyumnya.
            “ NGAPAIN LO .. ? DASAR SILUMAN .. !! “ Maki Chiara tiba-tiba. Siska tertegun tak percaya.
            “ Chiara .. Apa-apaan sih lo .. ? “ Tegur Direi.
            “ Dia tuh siluman, Rei. Suruh dia pergi. !! Kemarin malem dia udah nunjukkin wujud aslinya kalo dia tuh siluman .. !! “ Jelas Chiara. Direi dan Sandra tertawa geli.
            “ Ada apa .. ? “ Tanya Chiara heran.
            “ Chiara .. Chiara .. Kan malem itu juga sudah terbukti kalau Siska itu bukan siluman. Adar sesuatu roh halus yang merasuki tubuhnya. Waktu kita lagi cari Siska, kamu tidur duluan sampai sekarang. Bahkan, pagi tadi, waktu kita ke pulau seberang pun kamu nggak ikut. “ Jelas Sandra panjang lebar.
            “ Masa sih .. ? Tapi kayaknya tadi gue ikut deh. Tapi waktu gue panggil kalian, nggak ada satu pun dari kalian yang nanggepin gue. “ Direi, Sandra, dan Siska tertawa lagi.
            “ Itu MIMPI KALIIII .. !!! Emang tadi lo teriak-teriak manggil gue, tapi pas gue tanggepin, ternyata lo dalam keadaan tidur. Ya udah, gue tinggal sarapan aja lo-nya. Hahahahaha .. “
            Mimpi .. ? Nggak mungkin ah. Gumam Chiara tak percaya. Chiara pun langsung mengarahkan pandangannya ke pintu balkon. Dan, ternyata lukisan Pegasus itu benar-benar terpajang rapi di dinding samping pintu balkon.
            “ Lukisan itu, siapa yang pasang ? “ Tanya Chiara.
            “ Lah, tadi kan lo sendiri yang masang lukisan lo disana. Wah .. Lo bener-bener nggak beres nih. Masa, masang lukisan juga nggak sadar. Mimpi apaan sih lo ? Sampai segitu asiknya ? “ Siska angkat suara.
            Chiara terdiam. Mimpi yang tadi ia alami, seperti kejadian nyata.
            “ Ahh .. Bukan mimpi apa-apa. Udah yuk, kita beres-beres. Kita balik ke Jakartra .. !!! Ayeee .. !!! Oh ya Sis, sorry ya. “ Ujar Chiara. Mimik wajahnya berubah ceria. Siska tersenyum lembut.




THE END ..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar