Langit masih gelap. Jalanan masih tampak lengang. Lampu-lampu
jalan di sepanjang jalan masih menyala. Manusia masih lelap dalam
tidurnya. Tetapi tidak bagi ratusan siswa-siswi klas XII SMAN 567, yang
terkenal dengan nama SMAN Solasi itu. Sejak pukul 05.00 pgi, mereka
sudah berkumpul di Aula sekolah, sambil membawa tas besar dan beberapa
jinjingan. 2 hari ke depan, mereka akan mengadakan acara perpisahan di
sebuah villa dekat pantai.
Mereka sedang asik
berbincang ria, sambil menunggu bus yang akan membawa mereka datang. Di
antara ratusan siswa di Aula, 2 di antaranya terlihat gelisah.
Mondar-mandir dari Aula ke pintu gerbang kemudian ke Aula lagi, lalu ke
pintu gerbang lagi, kemudian kembali ke Aula. Terus seperti itu sampai
akhirnya bus datang.
“ Bener-bener deh ini, anak !!” Keluh cewek berkuncir kuda dan berkulit hitam yang bernama Direi.
“ Sabar .. Sabar .. Sebentar lagi dia pasti datang kok .” Hibur
Sandra. Direi tak menggubrisnya. Wajahnya masih ditekuk. Suasana hatinya
masih gelisah.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah 7. Sejak
setengah jam yang lalu, siswa-siswi SMAN Solasi sudah siap di bangku
bus-nya masing-masing. Sopir bus pun sudah mulai memanasi mesin bus-nya.
Sementara Direi dan Sandra masih bertahan di pintu gerbang.
“ Gimana kalau nunggunya di bus aja ?” Saran Sandra. Direi menggeleng cepat.
“ Ayolah, Rei. Capek nih. Dia pasti dateng kok. Dia bilangnya kan
kesiangan. Bukan ngga dateng.” Ajak Sandra lagi. Direi akhirnya
mengalah. Ia mengikuti saran Sandra untuk menunggu di dalam bus.
Tetapi setengah jam sudah berlalu, yag ditunggu-tunggu belum juga
menampakkan batang hidungnya. Siswa-siswi yang ada di dalam bus nomor 3
itu mulai mengeluh.
“ Sudah datang belum ? “ Tanya Pak
Karim, guru pembimbing di bus itu. Seluruh siswa di dalam bus serentak
menoleh ke belakang, seakan meminta jawaban dari Direi dan Sandra.
Keduanya yang merasa terpojok hanya mengangkat bahunya dan menggelengkan
kepalanya tanda mereka tak tau pasti jawabannya.
“ Sudah dihubungi belom ? Sebenarnya dia mau ikut nggak, sih ?” Tanya Pak Karim tak sabar. Beliau kembali duduk.
Tak beberapa lama, terlihat seorang cewek berambut gimbal yang tengah
berlari tergopoh-gopoh sambil membawa dua koper kecil ala anak SD.
Dengan bertelanjang kaki, cewek itu dengan cepat menaiki bus.
“ CHIARAAAAAA…….RESE LOE !!!! “ Seluruh siswa di dalam bus langsung
menyoraki Chiara yang baru saja menginjakkan kakinya didalam bus.
Sementara yang di soraki hanya cengar-cengir bak kuda, melengos ke kursi
belakang, menghampiri Direi dan Sandra.
“ Hei, Rei. San. “ Sapa Chiara, dengan tanpa rasa bersalah.
“ Chiara .. Chiara .. Loe tuh bener-bener deh. Rumah loe kan kepeleset
nyampe. Kemaren loe suruh gue bangunin loe. Pas gue nyoba telfon ke
Handphone loe, malah nggak aktif. Gue telfon ke rumah, nggak ada yang
angkat. Sebenernya yang kesiangan itu bukan loe doang kali ya. Nyokap
loe, Bokap loe, Kakak loe, Pembantu loe, sampe Ayam loe juga kesiangan ?
Tau nggak sih loe, kita disini udah nunggu satu setengah jam lebih.
Bayangin ! Cuma nunggu loe ! Kalau bukan karena Pak Karim baik hati, loe
udah di tinggal kali. Masalhnya ini tuh acara terakhir kita. Kalau loe
nggak ikut ……Hppphhh….”
Chiara menyumpal mulut Direi
yang tak berhenti berkoar-koar dengan sisir yang baru saja di
keluarkannya dari dalam tas.
“Duh, nenek gue,
pagi-pagi udah ngomel aja. Maaf ya, nek. HP aku lowbatt.” Ledek Chiara.
Direi melempar sisir ke bahu Chiara.
“Rese loe ahh.” Ujar Direi kesal. Chiara dan Sandra tertawa geli.
Bus perlahan mulai menyusuri jalan-jalan kota. Jum’at pagi. Aktivitas
manusia sudah di mulai. Para pekerja berangkat ke kantor, dan pelajar
berangkat ke sekolah. Para Ibu rumah tangga pun sudah memulai pekerjaan
rumahnya.
Sementara bus berjalan, Chiara sibuk
mendandani rambutnya yang memang belum sempat ia rapihkan. Sementara
Direi asik dengan komiknya, dan Sandra bersama-sama teman-teman
bernyanyi ria dengan gitar yang memang sengaja Aldo bawa.
Sampailah Chiara dan teman-teman di sebuah yang di bangun di antara
hutan dan pantai. Villa dengan komposisi kayu itu, terlihat seperti
rumah zaman dahulu. Lampu-lampu minyak yang sudah di padamkan menghias
di beberapa sudut ruangan. Di ruang tamu, terdapat sebuah patung kuda
putih bersayap lebar di sebelah TV berukuran 29 inc. Di setiap dinding,
banyak terpampang lukisan-lukisan hewan legenda seperti Dragon, Pegasus,
Elf, Nessy, dan masih banyak lagi dengan ukuran yang cukup besar.
“ Ini villa, atau Sanggar pameran seni sih ? “ Celetuk Chiara yang kemudian di sikut oleh Direi.
“ Berisik loe.” Bisik Direi. Chiara mengerutkan kedua alisnya, heran.
“ Tapi, Rei. Villa-nya kayak angker ya..” Sandra angkat suara.
“ Perasaan loe doang kali.” Hibur Direi.
Usai di beri pengarahan oleh pembimbing, siswa-siswi SMAN Solasi
memilih kamar dan beristirahat sejenak sampai acara selanjutnya di
mulai. Chiara, Direi, Sandra dan Siska memilih kamar di ujung lorong.
Kamar dengan ukuran lebih besar dibandingkan dengan kamar yang lain itu,
memiliki balkon yang menghadap langsung ke pantai. Itulah alasan
mengapa mereka memilih kamar itu.
“ Yakin nih, kita pilih kamar ini ? “ Tanya Siska ragu.
“ Yakin lah. Emang kenapa, Sis ? Kamar istimewa tau. Ada balkon,
ukurannya lebih besar, apa yang kurang coba .. ? Kita kan sekamar 4
orang, yang lain 3 orang, cocok lah kalau kita dapet kamar yang ini. “
Jelas Chiara.
“ Tapi, perasaan gue kok nggak enak ya .. Soalnya, …… “
“ Udahlah, nggak usah ngomong yang aneh-aneh. “ Potong Sandra.
“ Bener tuh. Ya udah lah. Di bawa fun aja. “ Ujar Direi setuju. Chiara
hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Sementara Siska terdiam. Mengamati
setiap sudut ruangan kamar.
Seluruh siswa sudah
berkumpul di halaman belakang villa. Duduk melingkar mengelilingi
tumpukan kayu bakar yang seketika menjelma menjadi api unggun itu. Aldo
mengeluarkan keahlian memainkan gitarnya lagi. Sebagian ikut bernyanyi
dengan di iringi suara merdu Aldo, sebagian hanya berbincang ria dengan
teman, bahkan ada yang mengambil kesempatan ini dengan berdekatan dengan
pasangan mereka masing-masing.
Tidak dengan Chiara.
Usai sholat maghrib berjama’ah di joglo dekat villa, Chiara yang kembali
ke kamar dengan Direi dan Sandra masih asik dengan guling di
pelukannya. Direi dan Sandra sudah berusaha membangunkannya. Tapi Chiara
tak juga bangun. Akhirnya mereka pun meninggalkan Chiara di kamar.
Suara angin yang masuk ke dalam kamar, membuat Chiara akhirnya
terbangun. Melihat sekelilingnya sepi, Chiara menuju balkon, mencari
sosok teman-temannya. Tetapi sosok itu tak di temukan. Sudah jam setengah 8, mungkin mereka di joglo, sholat Isya berjama’ah. Pikirnya. Chiara pun berjalan menuju joglo. Tetapi hanya ada Siska disana.
“ Hei, Sis. Kok sendiri .. ? Yang lain mana .. ? “ Tanya Chiara. Siska menoleh pelan.
“ Lo kenapa .. ? “ Tanya Chiara lagi begitu melihat Siska menangis. Tiba-tiba Siska memeluk erat tubuh Chiara.
“ Gue takut, Ra.” Ujar Siska dengan suara begetar.
“ Takut kenapa .. ? “ Tanya Chiara heran. Siska hanya menggelengkan kepalanya cepat.
“ Okey .. Okey .. Kita cari temen-temen aja yuk. “ Ajak Chiara yang diikuti anggukan kepala Siska.
Dalam perjalanan, Chiara mendengar suara-suara orang yang sedang bernyanyi dari arah halaman belakang villa.
“ Mungkin mereka disana.” Katanya. Siska hanya mengangguk, mengikuti
langkah Chiara. Beberapa meter sebelum sampai ke halaman belakang,
tiba-tiba Chiara kehilangan kesadarannya. Pingsan.
Malam kian larut. Acara api unggun sudah usai sejak 1 jam yang lalu.
Lebih tepatnya, terpaksa di hentikan. Bu Hanna yang melihat Chiara
terkapar di balik semak-semak, kemudian berteriak mencari bantuan, yang
akhirnya membuat acara api unggun dihentikan. Chiara di bawa ke
kamarnya. Direi dan Sandra, sejak ditemukannya Chiara, masih setia
menunggu di sisi ranjang, menunggu Chiara siuman. Beberapa siswa ada
yang ikut menunggu kabar tentang Chiara di depan pintu, ada pula yang
kembali ke kamarnya masing-masing.
Jam sudah
menunjukkan pukul 11 malam. Chiara perlahan membuka matanya. Direi yang
melihat Chiara sadar, langsung memanggil beberapa guru yang sedang
berbincang-bincang di ruang tamu.
“ Bu Hanna .. Pak
Donny .. Chiara sadar, Bu, Pak. “ Ujar Direi antusias. Bu Hanna dan Pak
Donny, beserta guru lain yang tak disebut namanya pun beranjak menuju
kamar Chiara. Sesampainya dikamar Chiara, Direi beserta para guru,
melihat Chiara sedang menangis, duduk di pojok ranjang, sambil menggigit
selimut. Seperti orang yang sedang ketakutan.
“ Ra,
lo kenapa Ra.. ? “ Tanya Direi cemas. Sandra yang tengah tertidur,
terbangun karena suara Direi yang lumayan keras itu.
“ Rei, Chiara kenapa .. ? “ Tanya Sandra pada Direi.
“ Nggak tau.” Jawab Direi.
Bu Hanna mendekati Chiara. Menenangkannya. Setelah Chiara sedikit lebih
tenang, Chiara mulai menceritakan hal yang baru saja ia alami.
“ Siska, Bu. Siska ……… siluman. “ Katanya dengan suara gemetaran.
“ Siluman .. ? “ Tanya Bu Hanna tak percaya.
“ Saya nggak bohong, Bu. Saya bertemu Siska yang sedang menangis di
joglo. Setelah itu, saya ajak dia ke halaman belakang. Tetapi setelah
itu …………….”
“ Setelah itu apa ? “ Tanya Direi tak sabar.
“ Setelah itu, saya lihat Siska membentangkan sayap yang lebar yang
tiba-tiba muncul dari balik badannya. Sayapnya bercahaya, Bu. Saya
bener-bener takut. Setelah itu, saya nggak tau apa-apa lagi. “ Jelasnya.
Bu Hanna terdiam.
“ Ya sudah. Kamu istirahat-lah. Ibu keluar sebentar.”
Setelah Bu Hanna keluar, Direi dan Sandra mendekati Chiara. Berusaha
menenangkan sahabat sejolinya itu. Chiara sedikit terhibur. Sementara di
halaman belakang, seseorang sedang terkapar pula di balik semak. Tak
ada yang tau. Mungkin hanya bayang-bayang hitam lah yang tau sosok gadis
pendiam itu kini terbaring lemah di balik semak. Menunggu bantuan yang
tak tau kapan akan datang.
“ Siska .. Mana Siska .. ? “ Tanya Sandra begitu menyadari Siska tak ada bersama mereka.
“ Kenapa harus tanya soal dia sih .. ? Biarin aja .. Malahan gue harap
dia nggak bakal balik kesini lagi. Mau makan berapa korban lagi dia .. ?
“ Tolak Chiara kasar.
“ Kok ngomongnya gitu sih .. ?
Aku yakin siluman yang KATANYA kamu liat itu bukan Siska. “ Bela Direi.
Chiara membuang muka.
“ Maksud lo, lo nggak percaya
kalo gue liat siluman itu .. ? Gue nggak bohong. Kalo gue bohong, untuk
apa gue pake acara pingsan segala .. ? Tega lo emang. Temen macem apa
kalian .. ? “ Bentak Chiara yang tak terima dengan nada bicara Direi
yang seolah-olah tak percaya dengan kejadian yang di alami Chiara.
“ Bukan gitu, Ra. Mungkin itu cuma halusinasi lo doang. Secara gitu, lo
baru bangun tidur. “ Sandra berusaha menenangkan Chiara. Chiara tak
menggubris omongan Sandra. Sandra hanya menghela nafas panjang.
Malam kian larut. Semua siswa kembali ke kamar masing-masing. Direi dan
Sandra masih berusaha mencari kemana perginya Siska. Sementara Chiara
sudah tertidur pulas. Berkali-kali seluruh ruangan Villa di periksa, tak
juga ditemukan sosok Siska. Direi dan Sandra memutuskan mencari bantuan
kepada para guru. Dan alhasil, bantuan dari para guru dan karyawan
villa membuahkan hasil. Mereka menemukan sosok Siska di balik semak,
sama seperti Bu Hanna menemukan Chiara. Bedanya, kondisi Siska saat
ditemukan masih setengah sadar. Hanya tubuhnya yang lemah. Tak kuat
untuk berjalan sendiri.
Siska dibawa ke ruang tamu, disuguhkan air minum hangat, kemudian di ajak bicara perlahan.
“ Kok lo bisa disana, Sis .. ? “ Tanya Direi.
“ Aku juga nggak tau, Rei. “ Jawab Siska dengan suara lemah. Bu Hanna
pun melarang Direi dan Sandra untuk bertanya banyak, agar Siska bias
menenangkan diri terlebih dahulu. Setelah Siska tidur, Direi dan Sandra
kembali ke kamar.
“ Aneh .. Bener-bener aneh. “ Ujar Direi misterius.
“ Aneh kenapa ? “ Tanya Sandra tak paham.
“ Kata Chiara, dia liat Siska berubah jadi siluman, tapi Siska sendiri
nggak tau apa yang baru saja ia alami. Apa mungkin ……….Siska kesurupan
siluman bersayap itu .. ? “ Tebak Direi. Sandra hanya mengangkat
bahunya, tidak tau.
Pagi
menjelang. Seluruh siswa sudah berbaris rapi di pantai. Menunggu perahu
yang akan membawa mereka ke sebuah pulau kecil di seberang villa tempat
mereka menginap.
“ Yak .. Perahu sebentar lagi datang.
Di mohon semuanya bersiap-siap. Masing-masing perahu berisikan 10
orang. Yang nanti akan di bimbing 2 guru dan 1 nahkoda. “ Tour Guide
mulai bersuara.
“ Tolong ketika kalian sudah sampai
disana, jangan ada yang memetik tumbuhan meski hanya 1 lembar daun.
Jangan ada yang membuang sampah sembarangan, dan jangan memberi makan
kepada hewan-hewan yang ada disana. “ Lanjut Tour Guide itu lagi.
“ Baik, Paaaaaaak “ Sorak siswa Solasi serempak.
Tak beberapa lama, datanglah beberapa perahu. Masing-masing kelompok
pun satu per satu mulai menaiki perahu mereka. Seperti biasa, Chiara,
Direi, Sandra dan Siska berkumpul dalam satu kelompok. Tetapi, sejak
kejadian semalam, Chiara sedikit menjauhi Siska. Chiara masih tak
percaya kalau Siska adalah manusia.
“ Gue rasa, Siska
itu ‘kemasukan’, Ra .. Tolong lah. Jangan kayak gini. Kita satu
kelompok. Masa satu sama lain diem-dieman gini ? “ Bujuk Sandra.
“ Enggak .. !! Gue nggak akan dekat-dekat Siska dulu, sampai ada bukti
yang nunjukkin kalau Siska itu manusia .. !!! “ Jelas Chiara keras
kepala.
“ Ayolah, Ra . “ Bujuk Sandra lagi.
“ SEKALI ENGGAK YA ENGGAK .. NGERTI NGGAK SIH ??? “ Bentak Chiara marah. Sandra mengalah.
“ Udah lah, San. Biarin aja Chiara sendiri dulu. “ Direi angkat suara. Sandra mengangguk mengiyakan.
Kaki Chiara kini sudah berpijak pada Pulau berpasir putih. Diarahkan
pandangannya ke sekeliling pulau. Tetapi matanya tertuju pada sebuah
bayangan di balik batu besar. Bayangan kuda bersayap yang tengah
membentangkan sayapnya yang lebar. Sayap itu … Gumam Chiara. Tanpa rasa takut sedikit pun, Chiara mendekat kearah bayangan itu. Dan …
“ AAAAAAAAA ….. “ Teriak Chiara histeris begitu melihat sebuah kuda
putih bersayap lebar dan bercahaya di hadapannya. Chiara terjatuh. Kuda
itu tersenyum ke arahnya. Memperlihatkan gigi-gigi yang berbaris rapi.
Chiara makin tak mengerti dengan kejadian yang kini di alaminya. Suara
teriakannya begitu keras, tetapi tak satu pun orang yang mendengarnya.
Kuda putih besar yang kini ada di hadapannya begitu besar. Cahaya yang
di pancarkan kuda raksasa itu pun begitu mencolok. Tetapi anehnya, dari
ratusan siswa Solasi dan beberapa guru di pulau itu, seolah tak
melihatnya.
“ Ada apa ini .. ? DIREI .. SANDRA .. BU
HANNA .. SEMUANYA .. SIAPAPUN .. TOLONG GUE .. !!! “ Teriak Chiara.
Tetapi tak ada satu pun yang mendengar Chiara. Chiara bingung. Chiara
berusaha menghindari kuda bercahaya itu, tetapi kuda itu malah makin
mendekat ke arahnya.
“ Help me .. “ Ucap kuda itu lirih. Chiara terdiam.
“ Help me .. “ Ucap kuda itu lagi.
“ Aku bisa menolong apa .. ? “ Tanya Chiara.
“ Help me .. “ Kuda itu malah mengulang perkataannya.
“ Emm .. What can I do .. ? “ Ulang Chiara dengan kemampuan berbahasa Inggris-nya yang pas-pasan.
“ In your room, my picture fall under the bed. Help me to pair it on
wall. “ Chiara terdiam. Mencermati tiap kata yang terucap dari kuda itu.
‘Your room’ berarti ruanganmu. ‘My picture’ artinya lukisanku.
‘fall’ artinya jatuh. ‘Under the bed’ artinya di bawah ranjang, berarti
……. DIRUANGANMU, LUKISANKU TERJATUH DI BAWAH RANJANG. BANTU AKU MEMASANGNYA DI DINDING ??? “
Chiara akhirnya mengerti apa yang harus di perbuatnya. Dengan cepat,
Chiara berlari ke kamarnya, mencari lukisan yang di maksud sang kuda,
dan ..
“ Yapp .. Ini dia.” Ujarnya senang ketika
berhasil menemukan sebuah lukisan yang menggambarkan kuda yang tadi
Chiara lihat. Bergegas Chiara memasang lukisan itu tepat di samping
pintu menuju balkon. Tiba-tiba, lukisan itu gambar kuda dalam lukisan
itu tersenyum dan berkata pelan, Thank’s. Chiara membalas
senyum kuda itu. Kemudian sang kuda kembali menjadi sebuah gambar yang
indah. Sekilas, Chiara melihat sebuah tulisan yang terukir indah di
punggung kuda itu. Pegasus.
“ Chiara .. Chiara .. “ Panggil seseorang.
“ Oahhhmm .. “ Chiara mengulet.
“ Chiara .. Bangun ihh .. Mau balik ke Jakarta nggak sih .. ? “
“ Ehh .. Hai, Direi. Hai, Sandra. Hai, ……. SISKA .. ???? “ Teriak
Chiara kaget begitu melihat Siska berdiri di depannya, sambil
menyunggingkan senyumnya.
“ NGAPAIN LO .. ? DASAR SILUMAN .. !! “ Maki Chiara tiba-tiba. Siska tertegun tak percaya.
“ Chiara .. Apa-apaan sih lo .. ? “ Tegur Direi.
“ Dia tuh siluman, Rei. Suruh dia pergi. !! Kemarin malem dia udah
nunjukkin wujud aslinya kalo dia tuh siluman .. !! “ Jelas Chiara. Direi
dan Sandra tertawa geli.
“ Ada apa .. ? “ Tanya Chiara heran.
“ Chiara .. Chiara .. Kan malem itu juga sudah terbukti kalau Siska itu
bukan siluman. Adar sesuatu roh halus yang merasuki tubuhnya. Waktu
kita lagi cari Siska, kamu tidur duluan sampai sekarang. Bahkan, pagi
tadi, waktu kita ke pulau seberang pun kamu nggak ikut. “ Jelas Sandra
panjang lebar.
“ Masa sih .. ? Tapi kayaknya tadi gue
ikut deh. Tapi waktu gue panggil kalian, nggak ada satu pun dari kalian
yang nanggepin gue. “ Direi, Sandra, dan Siska tertawa lagi.
“ Itu MIMPI KALIIII .. !!! Emang tadi lo teriak-teriak manggil gue,
tapi pas gue tanggepin, ternyata lo dalam keadaan tidur. Ya udah, gue
tinggal sarapan aja lo-nya. Hahahahaha .. “
Mimpi .. ? Nggak mungkin ah. Gumam Chiara tak percaya. Chiara pun langsung mengarahkan pandangannya ke pintu balkon. Dan, ternyata lukisan Pegasus itu benar-benar terpajang rapi di dinding samping pintu balkon.
“ Lukisan itu, siapa yang pasang ? “ Tanya Chiara.
“ Lah, tadi kan lo sendiri yang masang lukisan lo disana. Wah .. Lo
bener-bener nggak beres nih. Masa, masang lukisan juga nggak sadar.
Mimpi apaan sih lo ? Sampai segitu asiknya ? “ Siska angkat suara.
Chiara terdiam. Mimpi yang tadi ia alami, seperti kejadian nyata.
“ Ahh .. Bukan mimpi apa-apa. Udah yuk, kita beres-beres. Kita balik ke
Jakartra .. !!! Ayeee .. !!! Oh ya Sis, sorry ya. “ Ujar Chiara. Mimik
wajahnya berubah ceria. Siska tersenyum lembut.
THE END ..

Tidak ada komentar:
Posting Komentar